Rp. 1.500,- = Rp. 600.000,- (matematika Allah)
“Tidak ada satu maksud apa pun ketika menuliskan cerita ini, semoga Allah menjaga hati ini dari sifat riya meski sebiji zarah pun.” [ Bayu Gawtama]
Jum’at lalu, saya berangkat ke kantor dengan dada
sedikit berdegub. Melirik ukuran bensin di dashboard motor, masih
setengah. “Yah cukuplah untuk pergi pulang ke kantor”.
Namun, bukan itu yang membuat dada ini tak henti
berdegub. Uang di kantong saya hanya tersisa seribu rupiah saja.
Degubnya tambah kencang karena saya hanya menyisakan uang tidak lebih
dari empat ribu rupiah saja di rumah. Saya bertanya dalam hati, “makan
apa keluarga saya siang nanti?” Meski kemudian buru-buru saya hapus
pertanyaan itu, mengingat nama besar Allah yang Maha Melindungi semua
makhluk-Nya yang tawakal.
Saya berangkat, terlebih dulu mengantar si sulung
ke sekolahnya. Saya bilang kepadanya bahwa hari ini tidak usah jajan
terlebih dulu. Alhamdulillah ia mengerti. Soal pulangnya, ia biasa
dijemput tukang ojeg yang -sukurnya- sudah dibayar di muka untuk antar
jemput ke sekolah.
Sepanjang jalan menuju kantor saya terus berpikir,
dari mana saya bisa mendapatkan uang untuk menjamin malam nanti ada yang
bisa dimakan oleh isteri dan dua putri saya. Urusan besok tinggal
bagaimana besok saja, yang penting sore ini bisa mendapatkan sesuatu
untuk bisa dimakan.
Tiba di kantor, tiba-tiba saya mendapatkan
sebungkus mie goreng dari seorang rekan kantor yang sedang milad
(berulang tahun). Perut saya yang sejak pagi belum terisi pun
mendesak-desak untuk segera diisi. Namun saya ingat bahwa saya tidak
memiliki uang selain yang seribu rupiah itu untuk makan siang. Jadi,
saya tangguhkan dulu mie goreng itu untuk makan siang saja.
Sepanjang hari kerja, terhitung dua kali saya
menelepon isteri di rumah menanyakan kabar anak-anak. “sudah makan
belum?” si cantik di seberang telepon hanya menjawab, “Insya Allah,”
namun suaranya terasa getir. Saat itu, anak-anak sedang tidur siang.
Pukul lima sore lebih dua puluh menit saya bergegas
ke rumah. Sebelumnya saya sudah berniat untuk menginfakkan seribu
rupiah di kantong saya jika melewati petugas amal masjid yang biasa
ditemui di jalan raya. Sayangnya, sepanjang jalan saya tidak menemukan
petugas-petugas itu, mungkin karena sudah terlalu sore. Akhirnya,
sekitar separuh perjalanan ke rumah, adzan maghrib berkumandang. Motor
pun terparkir di halaman masjid, dan seketika mata ini tertuju kepada
kotak amal di pojok masjid. “bismillaah. ..” saya masukkan dua koin lima
ratus rupiah ke kotak tersebut.
Usai sholat, setelah berdoa saya meneruskan
perjalanan. Tapi sebelumnya, tangan saya menyentuh sesuatu di kantong
celana. Rupanya satu koin lima ratus rupiah. Kemudian saya ceploskan
lagi ke kotak amal yang sama.
Sesampainya di rumah, isteri sedang memasak mie
instan. Semangkuk mie instan sudah tersaji, “kita makan sama-sama yuk…”
ajak si manis. Kemudian saya bilang, “abang sudah kenyang, biar
anak-anak saja yang makan”. Anak-anak pun lahap menyantap mie instan
plus nasi yang dihidangkan ibu mereka. Rasanya ingin menangis saat itu.
***
Keesokan paginya, isteri menggoreng singkong untuk
sarapan. Alhamdulillah masih ada yang bisa dimakan. Sebenarnya hari itu
masih punya harapan. Seorang teman isteri beberapa hari lalu meminjam
sejumlah uang dan berjanji mengembalikannya Sabtu pagi. Namun yang
ditunggu tidak muncul. Bahkan ketika terpaksa saya harus mengantar
isteri menemui temannya itu, pun tidak membuahkan hasil.
Tiba-tiba telepon saya berdering, “Pak, saya baru
saja mentransfer uang satu juta rupiah ke rekening bapak. Yang empat
ratus ribu untuk pesanan 20 buku bapak yang terbaru. Sisanya rezeki
untuk anak-anak bapak ya…” seorang sahabat dekat memesan buku karya saya
yang terbaru.
Subhanallah, Allahu Akbar! Saya langsung bersujud
seketika itu. Saya hanya berinfak seribu lima ratus rupiah dan Allah
membalasnya dengan jumlah yang tidak sedikit. Ini matematika Allah,
siapa yang tak percaya janji Allah? Yang terpenting, siang itu juga saya
buru-buru mengeluarkan sejumlah uang dari yang saya peroleh hari itu
untuk diinfakkan.
***
Saya bersyukur tidak memiliki banyak uang maupun
tabungan untuk saya genggam. Sebab semakin banyak yang saya miliki tentu
semakin berat pertanggungjawaban saya kepada Allah.
mantap kan??
mantap banget! ya allah terharu bacanya. besok besok lebih rajin beramal aaaah
BalasHapushe'em...
BalasHapusaku ikutan rajin juga wez :D
Keajaiban bersedekah, memang luar biasa ya Sob..
BalasHapusinspiratif banget,..teruskan niat baiknya bang.
BalasHapustnkz...
BalasHapusoke :D
maaf saiia reply di sini.. kotak normal nya gag muncul kang ;(
Hapusbegitulah kalau kita melakukan sesuatu tampa pamrih... body mind and soul... jiwa raga menyatu, nicaya alam semesta turut memberkahi :)
sip :D
Hapuswah menginspirasi sekali mas.. : thanks for share.. :)
BalasHapusberkawan dengan saya ya, jangan lupa kunjungi dan follow blog saya http://kampungkaryakita.blogspot.com/. Saya sudah memfollow blog ini.. Sukses :)
sama.sama
BalasHapussiap meluncur... :D
sungguh inspiratif..., sedekah itu memang menakjubkan, janji ALLAH benar adanya
BalasHapussip
Hapus